Sabtu, 04 Juli 2015

Mohammad Husni Thamrin - Pahlawan Nasional Indonesia

Mohammad Husni Thamrin (lahir di Weltevreden, Batavia, 16 Februari 1894 – meninggal di Senen, Batavia, 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun) adalah seorang politisi era Hindia Belanda yang kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia.

 

Biografi Mohammad Husni Thamrin

Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta), Hindia Belanda, pada 16 Februari 1894. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda. Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.

Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana dibawah gubernur jenderal Johan Cornelis van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te Batavia, Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan perkapalan Koninklijke Paketvaart-Maatschappij.

Munculnya  Muhammad Husni  Thamrin sebagai  tokoh  pergerakan  yang  berkaliber  nasional  tidaklah  tidak  mudah.  Untuk mencapai  tingkat  itu  ia  memulai  dari  bawah,  dari  tingkat lokal. Dia memulai geraknya  sebagai  seorang  tokoh  (lokal)  Betawi. Sebagaimana  telah  disinggung  pada  bab  terdahulu.  Muhammad Husni  Thamrin sejak  muda telah  memikirkan  nasib masyarakat Betawi  yang  sehari - hari  dilihatnya.  Sebagai  anak  wedana, dia tidaklah  terpisah  dari  rakyat  'Jelata".  Malah  dia  sangat  dekat dengan  mereka. Sebagaimana  anak-anak  sekelilingnya,  yang  terdiri  dari anak-anak rakyat  jelata,  dia pun  tidak  canggung-canggung untuk mandi-mandi  bersama  di Sungai  Ciliwung. Dia  tidak canggung-canggung  untuk  tidur bersama  mereka.  sebagaimana yang  pernah disaksikan  oleh  ayahnya sendiri.  Kelincahannya sebagai  pemimpin  agaknya  telah  menampak  sejak  masih  usia "remaja".

 

Karier Mohammad Husni Thamrin

Pada tahun  1929  telah  terjadi  suatu  insiden  penting  di dalam  Gemeenteraad,  yaitu  yang menyangkut  pengisiari  lowongan jabatan  wakil walikota Betawi (Batavia). Tindakan pemerintah kolonial  ketika  itu  memang  sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan jabatan itu  diberikan kepada  orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk jabatan itu ada orang  Betawi  yang  jauh lebih  berpengalaman dan pantas untuk jabatan itu. Tindakan pemerintah ini  mendapat  reaksi keras dari  fraksi  nasional. Bahkan mereka mengambil langkah melakukan pemogokan, ternyata  usaha  mereka berhasil dan pada  akhirnya  Muhammad  Husni  Thamrin  diangkat sebagai wakil walikota  Batavia.

Dua tahun  sebelum  kejadian  di atas,  Muhammad  Husni Thamrin memang  telah  melangkahkan  kakinya  ke  medan perjuangan yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya  dan lebih  tinggi  martabatnya.  Pada tahun  1927  ditunjuk sebagai  anggota  Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong oleh Gubernur  Jendral. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia  menolak. Dengan penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu  panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk  menduduki kursi Volksraad yang lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.

Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan di Hindia Belanda mengalami perubahan  yang  sangat penting yakni adanya sikap pemerintah kolonial yang keras, lebih  bertangan  besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling "buruk" yang lahir dari terjadinya  pemberontakan  1926 dan 1927. Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun 1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat dari didirikannya PNI dan munculnya Bung Karno sebagai pemimpin utamanya.

Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili kelompok Inlanders ("pribumi"). Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).

Pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah melakukan  tindakan "sangat kasar" terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus menghadapi perlakuan kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda (PID). Ia memprotesnya, akan tetapi tidak diindahkan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh PID dan tak seorangpun dari rumahnya yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin polisi, juga termasuk anak  perempuannya yang masih juga tidak diperkenankan meninggalkan rumahnya, sekalipun utntuk pergi ke sekolah. Tindakan  polisi Belanda itu tentulah sangat menekan perasaannya dan menambah parah sakitnya. Wafatnya Muhammad Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Bangsa  Indonesia telah kehilangan salah seorang pemimpinnya yang cerdas dan berwibawa

Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar